Pages

Sabtu, 08 November 2014

Tugas IDK 2


MAKALAH
“NYERI


Dosen : Supriliyah P,S.Kep.,Ns
Disusunoleh :Kelompok3
1.      Aries Syaifullah
2.      Dyah Wahyu S.
3.      Fahmy Zamrony
4.      Lutfi Maghfiruddin
5.      Srihari Utami
6.      Siti Miftakhus S.
7.      Yusuf Apriyanto
8.      Nasrul Mu’minin
9.      Wemmy Wahyu S.

TINGKAT PERTAMA S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PEMKAB JOMBANG
Jln.Dr. soetomo No.75-77 Jombang.Telp./Fax.(0321)870214
2014-2015





KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “NYERI “ untuk penyelesain tugas dari mata kuliah IDK 109.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Dosen pembimbing kami, Bu Supriyah P. S.Kep.,Ns,
2.      Orang tua kami yang senantiasa mendoakan serta memberi dukungan dan semangat untuk mencari ilmu,
3.      Serta teman-teman yang membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami berharap untuk memberikan kritik dan saran untuk  penyempurnaan makalah ini yang sifatnya membangun khususnya dari guru mata pelajaran guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik  di masa yang akan dating. Sebagai penulis, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Jombang, 08 Oktober 2014

                                                                                                           
Penyusun






 
Daftar Isi

 1. Kata Pengantar.........................................................................   i 
 2. Daftar Isi..................................................................................   ii
 3. BAB I PENDAHULUAN........................................................    1
1.1   Latar Belakang...................................................................    1
1.2   Rumusan Masalah...............................................................    1
1.3   Tujuan ...............................................................................    1
4. BAB II PEMBAHASAN.........................................................    2
2.1   Definisi Nyeri.....................................................................    2
    2.2   Mekanisme Nyeri...............................................................    2
2.3   Klasifikasi Nyeri................................................................    2
2.4   Respon Terhadap Nyeri.....................................................    5
2.5   Penatalaksanaan Nyeri......................................................     7
5. BAB III PENUTUP.................................................................    9
3.1   Kesimpulan.......................................................................    9
3.2   Saran................................................................................    9
 3.3   Daftar Pustaka.................................................................   10




BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.  Untuk memperjelas kami bahas secara detail pada makalah ini.
1.2           Rumusan Masalah 
            a.       Apa yang dimaksud dengan Nyeri?
b.      Apa saja mekanisme terhadap Nyeri?
                       
c.      Apa saja klasifikasi terhadap Nyeri?
d.      Bagaimana respon terhadap Nyeri?
e.       Bagaimana penatalaksanaan Nyeri?
1.3          Tujuan
a.       Menjelaskan tentang Pengertian Nyeri
b.      Menjelaskan tentang Mekanisme Nyeri
c.       Menjelaskan tentang Klasifikasi Nyeri
d.      Menjelaskan tentang Respon Terhadap Nyeri
e.       Menjelaskan tentang Penatalaksanaan Nyeri






BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Nyeri
Nyeri adalah perasaan tidak nyaman dan sangat individual yang tidak dapat dirasakan atau dibagi dengan orang lain. Setiap individu akan merasakan reaksi dan persepsi yang berbeda. Nyeri menyangkut dua aspek yaitu psikologis dan fisiologis yang keduanya dipengaruhi faktor-faktor seperti budaya, usia, lingkungan dan sistem pendukung, pengalaman masa lalu, kecemasan dan stres serta efek plasebo (Potter : 2005;smeltzer dan barre 2002).
Adapun definisi menurut IASP, 1979 (international Association for Study of Pain) nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (tamsuri 2007).
Sedangkan menurut Jamie (2006), nyeri merupakan segala sesuatu yang dikatan seseorang dan dirasakannya berhubungan dengan rasa tidak nyaman. Berdasarka dari ketiga definisi yang terdapat diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang yang bersifat individual yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik aktual dan potensial yang menyangkut dua aspek yaitu aspek psikologis dan aspek fisiologis.

2.2  Mekanisme Nyeri
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamas

2.3  Klasifikasi Nyeri
A.    Berdasarkan sumbernya
1)      Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar)
ex: terkena ujung pisau atau gunting
2)      Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah, tendondan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama daripada cutaneus
ex: sprain sendi.
3)      Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
B.     Berdasarkan penyebab:
1)      Fisik : Bisa terjadi karena stimulus fisik
(Ex: fraktur femur)
2)      Psycogenic : Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari.
(Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya) Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut.
C.     Berdasarkan lama/durasinya
1)      Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri. Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan klien, untuk itu harus menjadi prioritas perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda dan hospitalisasi bisa memanjang dengan adanya nyeri akut yang tidak terkontrol.
2)      Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri kronik, tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yan gtidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari.
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik
1.      Nyeri akut
a)      Peruabahan selera makan
b)      Perubahan tekanan darah
c)      Perubahan frekuensi jantung
d)     Perubahan frekuensi pernapasan
e)      Laporan isyarat
f)       Perilaku distraksi (misalnya : berjalan modar-mandir, mencari orang lain dan atau aktivitas lai, aktivitas yang berulang)
g)      Mengekspresikan perilaku (misalnya : gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah)
h)      Masker wajah (misalnya : mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis)
i)        Sikap melindungi area nyeri
j)        Fokus menyempit (misalnya : gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
k)      Indikasi nyeri yang dapat diamati
l)        Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
m)    Sikap tubuh melindungi
n)      Dilatasi pupil
o)      Melaporkan nyeri secara verbal
p)      Fokus pada diri sendiri
q)      Gangguan tidur

2.      Nyeri kronik
a)      Hambatan kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya
b)      Atrofi kelompok otot yang terserang
c)      Perubahan pola tidur
d)     Skala keluhan (misalnya : penggunaan skala nyeri)
e)      Depresi
f)       Masker masker wajah (misalnya : mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap, meringis)
g)      Letih
h)      Takut pada cedera berulang
i)        Sikap melindungi area nyeri
j)        Iritabilitas
k)      Perilaku protektif yang dapat diamati
l)        Penurunan interaksi dengan orang lain
m)    Keluhan nyeri
n)      Gelisah
o)      Berfokus pada diri sendiri
p)      Respons yang diperantai saraf simpatis (misalnya : suhu dingin, perubahan posisi tubuh, hipersensitivitas)
D.    Berdasarkan lokasi/letak
1)      Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
2)      Referred pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan penyebab

3)      Intractable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
4)      Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis.


2.4  Respon Terhadap Nyeri
1.      Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
2.      Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum
3.      Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis,  apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi
4.      Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:

Impuls nyeri  => medula spinalis => batang otak & talamus => Sistem syaraf otonom   =>  Respon fisiologis & perilaku
 

Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.
  
A.    RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI

1.      Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
·         Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
·         Peningkatan heart rate
·         Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
·         Peningkatan nilai gula darah
·         Diaphoresis
·         Peningkatan kekuatan otot
·         Dilatasi pupil
·         Penurunan motilitas GI

2.      Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
·         Muka pucat
·         Otot mengeras
·         Penurunan HR dan BP
·         Nafas cepat dan irreguler
·         Nausea dan vomitus
·         Kelelahan dan keletihan



      RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI
      Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
·         Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
·         Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
·         Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
·         Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
·         Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

     Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

1.      Fase antisipasi—–terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena  fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri yang nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.

2.      Fase sensasi—–terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan  gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.


3.      Fase akibat (aftermath)——terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.


1.4  Penatalaksanaan Nyeri
    Secara umum, penatalaksanaan nyeri dikelompokkan menjadi dua, yaitu penatalaksanaan nyeri secara farmakologi dan non farmakologi.
1.      Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan opiat (narkotik), nonopiat/ obat AINS (anti inflamasi nonsteroid), obat-obat adjuvans atau koanalgesik. Analgesik opiat mencakup derivat opium, seperti morfin dan kodein. Narkotik meredakan nyeri dan memberikan perasaan euforia. Semua opiat menimbulkan sedikit rasa kantuk pada awalnya ketika pertama kali diberikan, tetapi dengan pemberian yang teratur, efek samping ini cenderung menurun. Opiat juga menimbulkan mual, muntah, konstipasi, dan depresi pernapasan serta harus digunakan secara hati-hati pada klien yang mengalami gangguan pernapasan (Berman, et al. 2009).
Nonopiat (analgesik non-narkotik) termasuk obat AINS seperti aspirin dan ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah luka. (Berman, et al. 2009).
Analgesik adjuvans adalah obat yang dikembangkan untuk tujuan selain penghilang nyeri tetapi obat ini dapat mengurangi nyeri kronis tipe tertentu selain melakukan kerja primernya. Sedatif ringan atau obat penenang, sebagai contoh, dapat membantu mengurangi spasme otot yang menyakitkan, kecemasan, stres, dan ketegangan sehingga klien dapat tidur nyenyak. Antidepresan digunakan untuk mengatasi depresi dan gangguan alam perasaan yang mendasarinya, tetapi dapat juga menguatkan strategi nyeri lainnya (Berman, et al. 2009).
2.      Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi

a.       Stimulasi dan masase kutaneus.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena menyebabkan relaksasi otot (Smeltzer dan Bare, 2002).

b.      Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Baik terapi es maupun terapi panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit (Smeltzer dan Bare, 2002).
c.       Trancutaneus electric nerve stimulation
Trancutaneus electric nerve stimulation (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS dapat digunakan baik untuk nyeri akut maupun nyeri kronis(Smeltzer dan Bare, 2002).
d.      Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Smeltzer dan Bare, 2002).
e.       Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri(Smeltzer dan Bare, 2002).
f.       Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah mengggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan (Smeltzer dan Bare, 2002).
g.      Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.



BAB III
PENUTUP

             3.1 Kesimpulan
Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya.Sedangkan pengertian nyeri secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakanny
3.2 Saran
Jadi berhati – hati lah ketika kita melakukan sesuatu dalam segala hal agar tidak terjadi kecelakaan yang dapat mengakibatkan nyeri pada tubuh kita.Namun, ketika kita merasakan nyeri pada bagian tubuh kita sebaiknya kita lakukan pemeriksaan ke puskesmas agar rasa nyeri yang terjadi pada tubuh kita tidak merambat ke bagian tubuh lainnya.



DAFTAR PUSTAKA
Gleadle, Jonathan. 2005. At a Glance Anamnemis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta. EMS
Herdman, T, Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta. EGC
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Erlangga. Jakarta
Cavpenito, Lynda Juall. 2012. Diagnosis Keperawatan Edisi 13. Jakarta. EGC





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar