MAKALAH
“NYERI”
Dosen : Supriliyah P,S.Kep.,Ns
Disusunoleh :Kelompok3
1.
Aries
Syaifullah
2.
Dyah
Wahyu S.
3.
Fahmy
Zamrony
4.
Lutfi
Maghfiruddin
5.
Srihari
Utami
6.
Siti
Miftakhus S.
7.
Yusuf
Apriyanto
8.
Nasrul
Mu’minin
9.
Wemmy
Wahyu S.
TINGKAT PERTAMA S1
KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN
PEMKAB JOMBANG
Jln.Dr.
soetomo No.75-77 Jombang.Telp./Fax.(0321)870214
2014-2015
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “NYERI “ untuk penyelesain
tugas dari mata kuliah IDK 109.
Dalam penyusunan makalah ini, kami
mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen
pembimbing kami, Bu Supriyah P. S.Kep.,Ns,
2. Orang
tua kami yang senantiasa mendoakan serta memberi dukungan dan semangat untuk
mencari ilmu,
3. Serta
teman-teman yang membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami berharap untuk memberikan kritik dan
saran untuk penyempurnaan makalah ini
yang sifatnya membangun khususnya dari guru mata pelajaran guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan dating. Sebagai penulis,
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Jombang, 08 Oktober 2014
Penyusun
Daftar Isi
1. Kata
Pengantar......................................................................... i
2. Daftar Isi.................................................................................. ii
3. BAB I
PENDAHULUAN........................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................... 1
1.3 Tujuan
............................................................................... 1
4. BAB II
PEMBAHASAN......................................................... 2
2.1 Definisi
Nyeri..................................................................... 2
2.2 Mekanisme
Nyeri............................................................... 2
2.3 Klasifikasi
Nyeri................................................................ 2
2.4 Respon Terhadap
Nyeri..................................................... 5
2.5 Penatalaksanaan
Nyeri...................................................... 7
5. BAB III
PENUTUP................................................................. 9
3.1 Kesimpulan....................................................................... 9
3.2 Saran................................................................................ 9
3.3 Daftar
Pustaka................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang
mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit,
pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan
menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang
dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu
dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan
keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan
intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan,
kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan
keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa
kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Untuk memperjelas kami bahas secara detail pada
makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa
yang dimaksud dengan Nyeri?
b. Apa
saja mekanisme terhadap Nyeri?
c. Apa
saja klasifikasi terhadap Nyeri?
d. Bagaimana
respon terhadap Nyeri?
e. Bagaimana
penatalaksanaan Nyeri?
1.3
Tujuan
a.
Menjelaskan tentang Pengertian Nyeri
b.
Menjelaskan tentang Mekanisme Nyeri
c.
Menjelaskan tentang Klasifikasi
Nyeri
d.
Menjelaskan tentang Respon Terhadap
Nyeri
e.
Menjelaskan tentang Penatalaksanaan
Nyeri
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Nyeri
Nyeri adalah perasaan
tidak nyaman dan sangat individual yang tidak dapat dirasakan atau dibagi
dengan orang lain. Setiap individu akan merasakan reaksi dan persepsi yang
berbeda. Nyeri menyangkut dua aspek yaitu psikologis dan fisiologis yang
keduanya dipengaruhi faktor-faktor seperti budaya, usia, lingkungan dan sistem
pendukung, pengalaman masa lalu, kecemasan dan stres serta efek plasebo (Potter
: 2005;smeltzer dan barre 2002).
Adapun definisi menurut
IASP, 1979 (international Association for Study of Pain) nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan
kerusakan jaringan aktual dan potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan (tamsuri 2007).
Sedangkan menurut Jamie (2006), nyeri
merupakan segala sesuatu yang dikatan seseorang dan dirasakannya berhubungan
dengan rasa tidak nyaman. Berdasarka dari ketiga definisi yang terdapat diatas
dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang dirasakan
oleh seseorang yang bersifat individual yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan baik aktual dan potensial yang menyangkut dua aspek yaitu aspek
psikologis dan aspek fisiologis.
2.2
Mekanisme
Nyeri
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat
kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian
ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak
bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri.
Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas
dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan
disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa
rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan
karena trauma/inflamas
2.3
Klasifikasi
Nyeri
A. Berdasarkan sumbernya
1)
Cutaneus/
superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya
bersifat burning (seperti terbakar)
ex: terkena
ujung pisau atau gunting
2)
Deep
somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah,
tendondan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama daripada cutaneus
ex: sprain
sendi.
3)
Visceral
(pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan
thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
B.
Berdasarkan
penyebab:
1)
Fisik : Bisa
terjadi karena stimulus fisik
(Ex: fraktur femur)
2) Psycogenic : Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari.
(Ex: orang yang marah-marah,
tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya) Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2
sebab tersebut.
C. Berdasarkan lama/durasinya
1) Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera
setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang
cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini
adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan
datang. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis,
setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
Apabila nyeri akut ini muncul,
biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri.
Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan klien, untuk itu harus
menjadi prioritas perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda dan hospitalisasi bisa
memanjang dengan adanya nyeri akut yang tidak terkontrol.
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri
konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode tertentu,
berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari
enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena
pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa
berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri kronik, tenaga kesehatan tidak
seagresif pada nyeri akut. Klien yang mengalami nyeri kronik akan mengalami
periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi
(keparahan meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
Nyeri ini merupakan penyebab
utama ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat
diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi
psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yan
gtidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari
ke hari.
Perbedaan karakteristik nyeri
akut dan kronik
1.
Nyeri akut
a)
Peruabahan
selera makan
b)
Perubahan
tekanan darah
c)
Perubahan
frekuensi jantung
d)
Perubahan
frekuensi pernapasan
e)
Laporan
isyarat
f)
Perilaku
distraksi (misalnya : berjalan modar-mandir, mencari orang lain dan atau
aktivitas lai, aktivitas yang berulang)
g)
Mengekspresikan
perilaku (misalnya : gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas,
mendesah)
h)
Masker wajah
(misalnya : mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau
tetap pada satu fokus, meringis)
i)
Sikap
melindungi area nyeri
j)
Fokus
menyempit (misalnya : gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
k)
Indikasi
nyeri yang dapat diamati
l)
Perubahan
posisi untuk menghindari nyeri
m)
Sikap tubuh
melindungi
n)
Dilatasi
pupil
o)
Melaporkan
nyeri secara verbal
p)
Fokus pada
diri sendiri
q)
Gangguan
tidur
2.
Nyeri kronik
a)
Hambatan
kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya
b)
Atrofi
kelompok otot yang terserang
c)
Perubahan
pola tidur
d)
Skala
keluhan (misalnya : penggunaan skala nyeri)
e)
Depresi
f)
Masker
masker wajah (misalnya : mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap, meringis)
g)
Letih
h)
Takut pada
cedera berulang
i)
Sikap
melindungi area nyeri
j)
Iritabilitas
k)
Perilaku
protektif yang dapat diamati
l)
Penurunan
interaksi dengan orang lain
m)
Keluhan
nyeri
n)
Gelisah
o)
Berfokus
pada diri sendiri
p)
Respons yang
diperantai saraf simpatis (misalnya : suhu dingin, perubahan posisi tubuh, hipersensitivitas)
D.
Berdasarkan
lokasi/letak
1)
Radiating
pain
Nyeri
menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
2)
Referred
pain
Nyeri
dirasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan
penyebab
3)
Intractable
pain
Nyeri yang
sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
4)
Phantom pain
Sensasi
nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang diamputasi)
atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis.
2.4 Respon
Terhadap Nyeri
1.
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang
terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
2.
Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial
menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi
umum
3.
Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis, apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem
parasimpatis akan bereaksi
4.
Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:
Impuls nyeri => medula spinalis => batang otak & talamus => Sistem syaraf otonom => Respon
fisiologis & perilaku
Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis
menutju ke batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf
simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan
muncul perilaku.
A.
RESPON
FISIOLOGIS TERHADAP NYERI
1.
Stimulasi
Simpatik:(nyeri ringan, moderat,
dan superficial)
·
Dilatasi
saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
·
Peningkatan
heart rate
·
Vasokonstriksi
perifer, peningkatan BP
·
Peningkatan nilai gula darah
·
Diaphoresis
·
Peningkatan kekuatan otot
·
Dilatasi pupil
·
Penurunan motilitas GI
2.
Stimulus
Parasimpatik (nyeri
berat dan dalam)
·
Muka pucat
·
Otot mengeras
·
Penurunan HR dan BP
·
Nafas cepat dan irreguler
·
Nausea dan vomitus
·
Kelelahan dan keletihan
RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
·
Pernyataan
verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
·
Ekspresi
wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
·
Gerakan
tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan
otot, peningkatan gerakan jari & tangan
·
Kontak dengan orang
lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial,
Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
·
Individu yang mengalami nyeri
dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang
berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan
keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis.
Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan
terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian
terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase
pengalaman nyeri:
1.
Fase
antisipasi—–terjadi
sebelum nyeri diterima.
Fase
ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam
fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat
menjelaskan tentang nyeri yang nantinya akan dialami oleh klien pasca
pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti
akan dihadapi.
2.
Fase
sensasi—–terjadi saat nyeri
terasa.
Fase ini terjadi ketika
klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang
dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan
berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus
kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah
merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi
terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang
toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum
nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan
endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat
nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu
dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit
endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan
nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan
gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat
untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan
pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena
belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri.
Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu
klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3.
Fase akibat (aftermath)——terjadi ketika nyeri berkurang
atau berhenti
Fase ini terjadi saat nyeri
sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari
perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami
gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka
respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa
takut akan kemungkinan nyeri berulang.
1.4
Penatalaksanaan
Nyeri
Secara umum, penatalaksanaan
nyeri dikelompokkan menjadi dua, yaitu penatalaksanaan nyeri secara farmakologi
dan non farmakologi.
1.
Penatalaksanaan
nyeri secara farmakologi
Penatalaksanaan
nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan opiat (narkotik), nonopiat/ obat
AINS (anti inflamasi nonsteroid), obat-obat adjuvans atau koanalgesik.
Analgesik opiat mencakup derivat opium, seperti morfin dan kodein. Narkotik
meredakan nyeri dan memberikan perasaan euforia. Semua opiat menimbulkan
sedikit rasa kantuk pada awalnya ketika pertama kali diberikan, tetapi dengan
pemberian yang teratur, efek samping ini cenderung menurun. Opiat juga
menimbulkan mual, muntah, konstipasi, dan depresi pernapasan serta harus
digunakan secara hati-hati pada klien yang mengalami gangguan pernapasan
(Berman, et al. 2009).
Nonopiat
(analgesik non-narkotik) termasuk obat AINS seperti aspirin dan ibuprofen.
Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer pada
daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah
luka. (Berman, et al. 2009).
Analgesik
adjuvans adalah obat yang dikembangkan untuk tujuan selain penghilang nyeri
tetapi obat ini dapat mengurangi nyeri kronis tipe tertentu selain melakukan
kerja primernya. Sedatif ringan atau obat penenang, sebagai contoh, dapat
membantu mengurangi spasme otot yang menyakitkan, kecemasan, stres, dan
ketegangan sehingga klien dapat tidur nyenyak. Antidepresan digunakan untuk
mengatasi depresi dan gangguan alam perasaan yang mendasarinya, tetapi dapat
juga menguatkan strategi nyeri lainnya (Berman, et al. 2009).
2.
Penatalaksanaan
nyeri secara non farmakologi
a.
Stimulasi
dan masase kutaneus.
Masase
adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan
bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada
bagian yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui
sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena
menyebabkan relaksasi otot (Smeltzer dan Bare, 2002).
b.
Terapi es
dan panas
Terapi es
dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan
subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan
panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Baik
terapi es maupun terapi panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau
dengan cermat untuk menghindari cedera kulit (Smeltzer dan Bare, 2002).
c.
Trancutaneus
electric nerve stimulation
Trancutaneus electric nerve stimulation (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan
elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan,
menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS dapat digunakan baik untuk
nyeri akut maupun nyeri kronis(Smeltzer dan Bare, 2002).
d.
Distraksi
Distraksi
yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat
menjadi strategi yang berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung
jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Seseorang yang kurang menyadari
adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri akan sedikit
terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat
menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke
otak (Smeltzer dan Bare, 2002).
e.
Teknik
relaksasi
Relaksasi
otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan
otot yang menunjang nyeri. Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan
manfaat dari metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu
untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis
dan yang meningkatkan nyeri(Smeltzer dan Bare, 2002).
f.
Imajinasi
terbimbing
Imajinasi
terbimbing adalah mengggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh,
imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas
menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan
kenyamanan (Smeltzer dan Bare, 2002).
g.
Hipnosis
Hipnosis
efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan
pada nyeri akut dan kronis. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan
hipnotik individu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nyeri adalah sensori subyektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan
aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya.Sedangkan
pengertian nyeri secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg
menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yang ada kapanpun
individu mengatakanny
3.2 Saran
Jadi berhati – hati lah ketika kita
melakukan sesuatu dalam segala hal agar tidak terjadi kecelakaan yang dapat
mengakibatkan nyeri pada tubuh kita.Namun, ketika kita merasakan nyeri pada
bagian tubuh kita sebaiknya kita lakukan pemeriksaan ke puskesmas agar rasa
nyeri yang terjadi pada tubuh kita tidak merambat ke bagian tubuh lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Gleadle,
Jonathan. 2005. At a Glance Anamnemis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta. EMS
Herdman, T,
Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta. EGC
Davey, Patrick.
2006. At a Glance Medicine. Erlangga. Jakarta
Cavpenito, Lynda
Juall. 2012. Diagnosis Keperawatan Edisi 13. Jakarta. EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar